Rabu, 04 Juli 2007

SONGGO BUWONO


SANGGAR PAMELENGAN SONGGO BUWONO








Pencetus Ide dan Gagasan

Prof.DR.H.Damardjati Supadjar
Bunda Lia Hermin Putri


MOTTO “mamasuh malaning bumi -mangasah mingising budi






PENGANTAR

Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya. Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), jelas melalui proses panjang, penuh dengan perjuangan dan pengorbanan, Sehingga lahirlah bangsa yang besar dan dikenal oleh bangsa-bangsa lain, yakni ”Indonesia dengan Bhineka Tunggal Ika”nya.
Dapat dibayangkan, betapa besar karya cipta tersebut (NKRI-Red.), keanekaragaman suku, agama dan ras dapat disatukan yang kemudian menjadi kekuatan mahadahsyat. Namun pada dekade belakangan ini, keutuhan persatuan dan kesatuan mulai mengalami degradasi. Bhineka Tunggal Ika tak lagi menjadi slogan sakral, justru kian dianggap sebagai ‘barang usang’ yang tak lagi dibutuhkan. Kemerosotan tersebut kemudian menjadi celah timbulnya ego pribadi dan ego kelompok yang akhirnya berdampak pada pengkotak-kotakan masyarakat. Hal ini sudah demikian terasa. Mengendurnya rasa persatuan menjadikan ruang keharmonisan dalam bermasyarakat semakin menyempit karena terkikisnya rasa toleransi terhadap segala perbedaan yang ada.
Melihat tengara demikian, bisa disimpulkan bahwa bangsa ini sedang mengalami dekadensi moral. Asas persatuan yang demikian luhur bergeser menuju kultur egoistis. Nurani tidak lagi menjadi pijakan atas segala tindakan, kepentingan pribadi/kelompok menjadi primadona.
Untuk memulihkan kondisi tersebut, agaknya Reformasi Nurani harus segera diwujudkan. Nurani harus tetap menjadi pijakan dalam bertindak. Robeknya Nurani harus segera terobati.
Sanggar Supranatural Songgo Buwono, sebagai lembaga yang concern terhadap Budaya dan Spiritual, akan terus berupaya memulihkan dan melakukan Reformasi Nurani. Hal tersebut dilakukan melalui alur Budaya dan Spiritual.
Mengapa harus Budaya dan Spiritual? Di samping bidang tersebut memang sudah menjadi bagian kegiatan Songgo Buwono, terapi untuk melakukan Reformasi Nurani melalui Budaya dan Spiritual dipandang tepat, sebab Budaya adalah hasil karya cipta manusia yang luhur, sedangkan Spiritualisme merupakan upaya pendekatan diri kepada Tuhan.
Dengan kata lain, melalui kegiatan Budaya dan Spiritual yang dilakukan secara benar akan menciptakan suatu kearifan yang berlandaskan hati nurani yang sehat
Sebagai langkah nyata, Songgo Buwono berencana menyediakan beberapa tempat untuk melakukan kegiatan yang terkait dengan Kebangkitan Nurani. Sebagai langkah awal, Songgo Buwono membutuhkan tanah seluas 3040 m2, terletak di Parang Kusumo – Kretek–Bantul, Yogyakarta, untuk dipersiapkan menjadi SANGGAR PAMELENGAN SONGGO BUWONO menuju terwujutnya ‘Laboratorium Spiritual dan Budaya’ sebagai sarana kegiatan dimaksud. Lahan tersebut, diharapkan dapat digunakan oleh berbagai kalangan adat, budayawan maupun agama dengan menyediakan sejumlah sarana bangunan bagi kegiatan masing-masing.
Diharapkan sarana ini nantinya dapat menjadi benih-benih kebangkitan kembali rasa persatuan dalam perbedaan yang ada. Dan pada gilirannya, akan menjadi pusat pembangkitan nurani serta dapat dikondisikan sebagai Laboratorium Spiritual dan Budaya guna meningkatkan keyakinan manusia pada Sang Pencipta.
Agar sarana tersebut segera terwujud, direncanakan akan dilakukan peletakan batu pertama sebagai tanda dimulainya proses berdirinya SANGGAR PAMELENGAN SONGGO BUWONO. Peletakan batu pertama akan dilaksanakan pada bulan April 2007, dihadiri para undangan yang berkaitan dengan aktifitas Sanggar.
Pihak-pihak yang diundang adalah para to-koh masyarakat dan Pemangku Adat di seluruh Indonesia,
eks-Kasultanan Nusantara, para Tokoh Agama, Budayawan dan pelaku seni, serta beberapa pejabat pemerintah terkait.Pada kesempatan in pula akan digelar tari–tari Budaya serta kesenian lainnya.
Marilah kita langkahkan kaki demi Rakyat, demi Masyarakat, demi Bangsa dan Negara Indonesia. Harapan besar ini mendorong kami untuk segera memulai langkah awal kita menuju Reformasi Nurani, agar kita dapat mengembalikan Naluri Nenek Moyang yang telah diajarkan pada kita semua, tetapi nyaris hilang dari ingatan dan hampir terlupakan. Sehingga kita tidak lagi memiliki iman – ketakwaan kita tergoyah oleh kemajuan zaman dan pergaulan bebas. Manusia lupa akan kepribadian dan ajaran moyang kita. Tegakah kita melihat dan membiarkan Adat dan Budaya kita tercabik-cabik oleh budaya luar? Pergaulan bebas, obat terlarang, minuman keras telah merajalela merasuki kehidupan anak dan tunas-tunas Bangsa.
Mari kita renungkan Adat, Budaya dan Naluri kita yang hampir luntur sehingga kita kehilangan jatidiri. Sudah menjadi watak manusia yang hilang Naluri, baik di saat mendapat kedudukan maupun tidak, selalu kurang puas dan kecewa hatinya. Karena manusia kurang bersyukur, hilang kesabaran maupun kesadarannya. Maka sifat angkara murka telah menguasai seluruh aspek kehidupan sehingga menghalalkan segala cara demi tercapainya kepentingan pribadi.
Apakah itu bukan kesalahan sendiri? Bila kita lihat dengan mata batin dan rasa, memang aneh ulah manusia. Yang jujur, yang dusta hatinya, dapat kita lihat dan ketahui dari satu firasat, dari namik. Namun tak semua mampu, kecuali yang telah terbuka untuk gaib.
Paham terhadap rasa, serta ingat safi’i di masa lalu, tetapi lebih rumit ceritanya. Budi pekertinya telah tampak pada zaman lain. Banyak orang memahami bahasa dan kehidupan bangsa lain, namun tidak memahami dan menguasai bahasa sendiri. Hingga manusia lupa akan Budaya Leluhur. Kebudayaan adalah inti yang harus diambil agar dapat menambah budi yang kuat.
Mari kita pertimbangkan bersama demi kebaikan. Bagi yang sedang memimpin, aturlah rakyat dengan baik, rakyat yang mengolah bumi dapat dijadikan tanda atau tengara ‘gemah ripah loh jinawi’
Keutamaan laku dalam memimpin negeri atau bangsa harus tahu kewajibannya, berwibawa dalam bertutur kata ‘sabdo pandhita ratu tan kena wola-wali’. Lakukan napak tilas moyang kita, jangan lupakan tradisi dan adat kebudayaan para leluhur. Contohnya, semua jiwa sentana Mataram harus kembali pada jatidirinya sebagai orang Jawa, yang harus menjunjung adat budaya leluhur, harus bersedia hidup rukun dengan sesama, terutama dengan trah Mataram itu sendiri. Harus tahu peran dan fungsinya sebagai ‘trahing kusuma rembesing madu’ baik kebetulan diri sebagai pejabat atau raja, atau mungkin rakyat jelata. Namun kita harus sadar, pendiri Mataram sudah menyiapkan segala sesuatunya demi Mataram di masa depan, demi “Mataram Binangun”.
Tak syak lagi, Bumi Pertiwi ini masih akan terus-menerus kacau penuh, dengan pertentangan, ujian pun akan semakin berat dengan bencana alam, kecuali Mataram Binangun terwujud sesuai dengan keinginan moyang kita. Dan itu dimulai dengan Reformasi Nurani melalui Rasa dan Naluri.
Sudah saatnya kita menyambung benang merah yang hampir putus, mengumpulkan ‘balung kang pisah’
Reformasi Nurani menuju Naluri Nenek Moyang kita pada jatidiri. Reformasi Nurani dapat menghambat bencana dan akan mengembalikan satu simpul Indonesia agar Bangsa ini mempunyai harga diri lagi di hadapan bangsa lain dan juga Dunia.
Maka dengan segala keterbatasan dan kekurangan, Sanggar Supranatural Songgo Buwono memberanikan diri melontarkan gagasan agar didirikan SANGGAR PAMELENGAN SONGGO BUWONO untuk mewujudkan lahirnya “Laboraturium Spiritual dan Budaya” mengambil lokasi di Parang Kusumo – Kretek – Bantul – Yogyakarta sebagai langkah awal memaknai kembali pandangan dan perlakuan kita pada Bumi seisinya, mengembalikan Kultur/Budaya asli nenek moyang agar Naluri kita tidak sampai melupakan jatidiri, sebagai batu pijak untuk membuka simpul keruwetan yang kita hadapi.Tujuannya adalah mewujudkan tanggung jawab atas amanah yang telah kita terima, melalui Rekonsiliasi Budaya ‘memakmurkan bumi tempat kita berpijak, dan jangan membuat kerusakan di atasnya’.
Mari kita renungkan, sudah selaraskah perbuatan kita selama ini terhadap amanah Moyang kita? Seperti ternukil dalam serat Sultan Agung “mamasuh malaning bumi – mangasah mingising budi” yang secara harfiah berarti membasuh lukanya bumi – mengasah tajamnya budi.
Kita bersihkan Bumi Pertiwi ini dari noda dan luka yang kita buat, seraya melunakkan Budi Pekerti dengan Naluri yang diamanatkan nenek moyang. Jangan lagi Nurani dan Naluri kita diwarnai kebengisan dan kekejaman.
Namun kami sadar, tanpa izin Sang Pencipta sebagai manusia biasa apakah mampu merealisasikan gagasan awal. Hanya pertolongan-Nya jua yang menjadi sandaran kita.
Sebagai pimpinan Sanggar Supranatural Songgo Buwono, kami mohon kesediaan semua pihak untuk membantu kami dan turut prihatin mewujudkan cita–cita bersama tersebut. Mari kita berpegang
pada kebenaran dan kejujuran. Dan bersama–sama menuju cita-cita ini sampai tahap yang kita harapkan.
Akhir kata, sebagai pimpinan Sanggar Supranatural Songgo Buwono, kami hanya dapat mengantar Proposal ini dengan penuh harap pada rasa kebersamaan dan kepedulian kita. Semoga langkah awal kita ini mendapat bimbingan dari Yang Maha Kuasa. Amin.

Bantul, 23 Maret 2007

Sanggar Supranatural
SONGGO BUWONO

Prof. DR. H. Damardjati Supadjar
Penasihat

Bunda Lia Hermin Putri
Pimpinan
081578802666


















LATAR BELAKANG


• Keprihatinan bersama atas kondisi Bangsa dalam semua aspek kehidupan, saat ini dan selanjutnya.
• Perlu ditumbuhkan kesadaran kolektif seluruh elemen Bangsa untuk bangkit dari keterpurukan.
• Merajut kembali benang merah yang telah putus untuk menjalin persatuan dan kesatuan Bangsa.
• Budaya dan Adat adalah akar Bangsa, yang patut dilestarikan dan kita junjung demi kebanggaan dan harga diri Bangsa.
• Bersama-sama kita menuju Indonesia Jaya melalui Reformasi Nurani menumbuhkan Naluri adiluhung.


RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas, disusunlah rumusan masalah sebagai berikut :
Alangkah indahnya bila kita bergandeng tangan membawa Indonesia kembali jaya melalui Doa dan Usaha melalui Reformasi Nurani
Berangkat dari kepedulian atas kondisi sesama anak Bangsa, tercetus ide berdirinya SANGGAR PAMELENGAN SONGGO BUWONO sebagai langkah awal menyatukan rasa dan karsa untuk keluar dari belitan krisis berkepanjangan
Setiap ide kebangkitan selalu diilhami oleh pengalaman mistis, dan menemukan akar pijakannya pada budaya sendiri
Kita bangkitkan martabat dan kebanggaan sebagai Bangsa melalui pengembangan dan pemaknaan kembali nilai-nilai budaya serta tradisi luhur kita dengan kemantapan Naluri adi luhung

SASARAN PEMBANGUNAN
BIDANG KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA


Budaya dan Pariwisata yang berperan sebagai pemersatu Bangsa
Menjadikan nilai budaya sebagai acuan perilaku masyarakat
Peningkatan apresiasi budaya masyarakat
Peningkatan kreativitas seni dan nilai budaya
Meningkatkan kesadaran terhadap sejarah Bangsa
Peningkatan jumlah inventarisasi dan dokumentasi warisan budaya
Dan melestarikan Dokumen/Arsip sebagai memori kolektif Bangsa kemudian menjadi Laboratorium Spiritual dan Budaya

MAKSUD DAN TUJUAN

Laboratorium Spiritual dan Budaya sebagai pijakan untuk mengembalikan memori nenek moyang kita pada gagasan luhur yang mendasari lahirnya Bangsa Indonesia dengan menumbuhkan Naluri adiluhung agar kita segera sadar dengan jati diri kita sendiri.
Menyatukan langkah - menjalin sinergi di antara semua elemen Bangsa menuju kejayaan Indonesia agar punya harga diri lagi dan disegani Negara lain.
Membentuk visi dan missi bersama menuju rekonsiliasi nasional melalui budaya


MANFAAT

Mengikis benih-benih perpecahan yang merebak sejak era reformasi, akibat kesenjangan dalam semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Diharapkan tumbuh kembali rasa senasib sependeritaan sebagai satu Bangsa.
Laboratorium Spiritual dan Budaya akan meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap adat/tradisi dan budaya daerah, sebagai cikal-bakal budaya nasional.
Tercipta rasa saling memiliki, saling menghargai dan menghormati di antara sesama anak Bangsa, sebagai perekat persatuan dan kesatuan Bangsa di tengah derasnya arus globalisasi dunia.


REINTERPRETASI BUDAYA DAN ADAT

Internalisasi nilai budaya dan adat melalui pemahaman akan keanekaragaman budaya lokal sebagai perekat Bangsa.
Reinterpretasi kritis terhadap adat dan tradisi yang mengandung potensi integrasi dan disintegrasi.



Bantuan Dana dapat disalurkan melalui Rekening di bawah ini.

Atas Nama :
Pengembangan dan Pemberdayaan Supranatural Songgo Buwono
No. Rekening Giro BRI
Cabang Katamso Yogyakarta
0245.01.000561.30.1


Informasi lebih lanjut, hubungi :
e-mail : bunda_lia_herminputri@yahoo.co.id


1 komentar:

phiet mengatakan...

hidup tanpa cinta bagai hidup di neraka..berjuanglah kalo itu memang atas nama cinta dan kasih sayang..alangkah indahnya apabila di dunia ini tidak ada kebencian dan dendam..selamat berjuang,janganlah memandang harta untuk menolong sesama karena semua itu akan sia-sia..salam sejahtera bunda sayang